ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN MODEL TRANSCULTURAL IN NURSING PADA KASUS BALITA GIZI BURUK
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Model Keperawatan
Transcultural in Nursing
2.1.1 Model Keperawatan
Transcultural in Nursing
Transcultural Nursing adalah suatu
area/wilayah keilmuwan budaya padaproses belajar dan praktek keperawatan yang
fokus memandang perbedaan dankesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkanpada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakanuntuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budayakepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah
perilaku Caring. Caring adalah esensidari keperawatan, membedakan, mendominasi
serta mempersatukan tindakankeperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai
tindakan yang dilakukan dalammemberikan dukungan kepada individu secara utuh.
Perilaku Caring semestinyadiberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai dikala manusia itu
meninggal. Human caring secaraumum dikatakan sebagai segala sesuatu yang
berkaitan dengan dukungan danbimbingan pada manusia yang utuh. Human caring
merupakan fenomena yanguniversal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satutempat dengan tempat lainnya.
2.1.2 Konsep dalam Transcultural
Nursing
1. Budaya adalah norma atau aturan
tindakan dari anggota kelompok yangdipelajari, dan dibagi serta memberi
petunjuk dalam berfikir, bertindak danmengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan
individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang
dipertahankan pada suatu waktu tertentu danmelandasi tindakan dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan
keperawatan merupakan bentuk yangoptimal dari pemberian asuhan keperawatan,
mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk
memberikan asuhanbudaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan
tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang
danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
4. Etnosentris adalah persepsi yang
dimiliki oleh individu yang menganggapbahwa budayanya adalah yang terbaik
diantara budaya-budaya yang dimilikioleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia
dari ras tertentu atau kelompok budaya yangdigolongkan menurut ciri-ciri dan
kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam
manusia didasarkan padamendiskreditkan asal muasal manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang
mempelajari budaya. Pendekatan metodologipada penelitian etnografi memungkinkan
perawat untuk mengembangkankesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap
individu, menjelaskandasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan
orang-orang, dan salingmemberikan timbal balik diantara keduanya.
8. Care adalah fenomena yang
berhubungan dengan bimbingan, bantuan,dukungan perilaku pada individu,
keluarga, kelompok dengan adanya kejadianuntuk memenuhi kebutuhan baik aktual
maupun potensial untuk meningkatkankondisi dan kualitas kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung
yang diarahkan untuk membimbing,mendukung dan mengarahkan individu, keluarga
atau kelompok pada keadaanyang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk
meningkatkan kondisi kehidupanmanusia.
10. Cultural Care berkenaan dengan
kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang
digunakan untuk mebimbing, mendukungatau memberi kesempatan individu, keluarga
atau kelompok untukmempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan
hidup, hidupdalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan
dengan kecenderungan tenaga kesehatanuntuk memaksakan kepercayaan, praktik dan
nilai diatas budaya orang lainkarena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh
perawat lebih tinggi daripadakelompok lain.
2.1.3 Paradigma Transcultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan
paradigma keperawatan transcultural sebagaicara pandang, keyakinan,
nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhankeperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsepsentral keperawatan yaitu :
manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga
atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan
berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984)
manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan
aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang
sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan
perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat
dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai
keseluruhan fenomena yang mempengaruhiperkembangan, kepercayaan dan perilaku
klien. Lingkungan dipandangsebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien
dengan budayanya salingberinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu :
fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan
alam atau diciptakan oleh manusia sepertidaerah katulistiwa, pegunungan,
pemukiman padat dan iklim seperti rumah didaerah Eskimo yang hampir tertutup
rapat karena tidak pernah ada mataharisepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah
keseluruhan struktur sosial yangberhubungan dengan sosialisasi individu,
keluarga atau kelompok ke dalammasyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan
sosial individu harusmengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di
lingkungan tersebut.Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol
yangmenyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik,
seni,riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu
proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada
klien sesuai dengan latar belakangbudayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memnadirikan individu sesuaidengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatanadalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasibudaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger,
1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila
budaya pasien tidak bertentangandengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikansesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki
klien sehinggaklien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya,misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi
keperawatan pada tahap ini dilakukan untukmembantu klien beradaptasi terhadap
budaya tertentu yang lebihmenguntungkan kesehatan. Perawat membantu klienagar
dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatankesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan
yangberbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yanglain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien
dilakukan bila budaya yang dimilikimerugikan status kesehatan. Perawat berupaya
merestrukturisasi gayahidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok.
Pola rencanahidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengankeyakinan yang dianut.
2.1.4 Proses keperawatan
Transcultural Nursing
Model konseptual yang dikembangkan
oleh Leininger dalam menjelaskanasuhan keperawatan dalam konteks budaya
digambarkan dalam bentuk matahariterbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat
pada gambar 1. Geisser (1991)menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagailandasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah
klien (Andrew andBoyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari
mulai tahappengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses
mengumpulkan data untuk mengidentifikasimasalah kesehatan klien sesuai dengan
latar belakang budaya klien (Giger andDavidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang adapada “Sunrise Model” yaitu :
a. Faktor teknologi (tecnological
factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan
individu untuk memilih ataumendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam
pelayanankesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit,
kebiasaanberobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari
bantuankesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
kliententang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasipermasalahan
kesehatan saat ini.
b. Faktor agama dan falsafah hidup
(religious and philosophical factors)
Agama adalah suatu simbol yang
mengakibatkan pandangan yangamat realistis bagi para pemeluknya. Agama
memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas
segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawatadalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang
klienterhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama
yangberdampak positif terhadap kesehatan.c. Faktor sosial dan keterikatan
keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus
mengkaji faktor-faktor : namalengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal
lahir, jenis kelamin,status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, danhubungan klien dengan kepala keluarga.
d. Nilai-nilai budaya dan gaya hidup
(cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu
yang dirumuskan dan ditetapkanoleh penganut budaya yang dianggap baik atau
buruk. Norma-normabudaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan
terbataspada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah
:posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yangdigunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisisakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaanmembersihkan diri.
e. Faktor kebijakan dan peraturan
yang berlaku (political and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit
yang berlaku adalah segalasesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhankeperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikajipada
tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan denganjam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, carapembayaran untuk klien yang
dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical
factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumbermaterial yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar
segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya :
pekerjaanklien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga,biaya
dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantoratau patungan
antar anggota keluarga.
g. Faktor pendidikan (educational
factors)
Latar belakang pendidikan klien
adalah pengalaman klien dalammenempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat
ini. Semakin tinggipendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh
buktibuktiilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasiterhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenispendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiritentang pengalaman
sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2.1.5 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon
klien sesuai latar belakangbudayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi
melalui intervensikeperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga
diagnosakeperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkulturalyaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan
kultur,gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
danketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
2.1.6 Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam
keperawatan trnaskultural adalahsuatu proses keperawatan yang tidak dapat
dipisahkan. Perencanaan adalahsuatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalahmelaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya
klien (Gigerand Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankanbudaya
yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengankesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurangmenguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yangdimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
a. Cultural care
preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep
antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak
terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya
yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural
careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam
perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak
terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan
biomedis, pandangan kliendan standar etik
c. Cultual care
repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk
memahami informasi yangdiberikan dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien
melihat dirinya dari budayakelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala
pasien ke dalam bahasa kesehatanyang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien
tentang sistem pelayanan kesehatan. Perawat dan klien harus mencoba untuk
memahami budayamasingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan danperbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya
klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akanterganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilanmenciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
2.1.7Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan
transkultural dilakukan terhadapkeberhasilan klien tentang mempertahankan
budaya yang sesuai dengankesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai
dengan kesehatan atauberadaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan denganbudaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhankeperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
2.2 Tinjauan Medis
2.2.1 Pengertian
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan
makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi,
transportasi, penyimpanan, metabolisme,dan pengeluaran zat-zat yang tidak
digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002).
Gizi buruk adalah keadaan dimana
asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini diderita
oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energy yang sangat
tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus/bakteri.Proses dan
bentuk terparah akibat kekurangan gizi yang telah menahun dan berlangsung lama
(www.VHRmedia.com).
Gizi kurang adalah gangguan
kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan
untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang berhubungan dengan
kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat.
Gizi kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.
Menurut ahli gizi dari IPB, Prof.
Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, standar acuan status gizi balita adalah Berat
Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight
(kurus), dan gemuk.
Untuk acuan yang menggunakan tinggi
badan, bila kondisinya kurang baik disebut stunted (pendek). Pedoman
yang digunakan adalah standar berdasar tabel WHO-NCHS (National Center for
Health Statistics).
Menurut Prof. Ali, untuk membedakan
balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi
kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z
nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya
gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang.
Balita penderita gizi kurang
berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadang-kadang buncit,
wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey face
(keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi berlangsung lama
akan berpengaruh pada kecerdasannya.
Status gizi pada balita dapat
diketahui dngan cara mencocokkan umur anak (dalam bulan) dengan berat badan
standar tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang.
Akibat kurang gizi terhadap proses
tubuh tergantung pada zat-zat gizi yang
kurang. Kekurangan gizi ini secara umum menyebabkan gangguan pada
kurang. Kekurangan gizi ini secara umum menyebabkan gangguan pada
• Pertumbuhan
Pertumbuhan anak menjadi terganggu
karena protein yang ada digunakan sebagai zat pembakar sehingga otot-otot
menjadi lunak dan rambut menjadi rontok
• Produksi tenaga
Kekurangan energi yang berasal dari
makanan mengakibatkan anak kekurangan tenaga untuk bergerak dan melakukan
aktivitas. Anak menjadi malas, dan merasa lemas
• Pertahanan tubuh
• Pertahanan tubuh
Sistem imunitas dan antibodi menurun
sehingga anak mudah terserang infeksi seperti batuk, pilek dan diare
• Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi pada anak adapt
berpengaruh terhadap perkembangan mental. Kekurangan gizi dapat berakibat
terganggunya fungsi otak secara permanen seperti perkembangan IQ dan motorik
yang terhambat
• Perilaku
Anak yang mengalami gizi kurang
menunjukkan perilaku yang tidak tenang, cengeng dan apatis.
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari gizi kurang antara
lain : kebiasaan makan dimana makanan yang dikonsumsi kurang mengandung kalori
dan protein. Faktor social budaya dapat juga menjadi factor penyebab gizi buruk
dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu, seperti anak tidak boleh
makan ikan karena takut kecacingan. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan
gizi kurang adalah penyakit metabolic, infeksi kronik atau kelainan organ tubuh
lain.
Dapat juga dibedakan menjadipenyebab
langsung dan penyebab tidak langsung :
- Penyebab langsung
(1)
Asupan makanan yang kurang
Asupan makanan yang kurang bisa
berasal dari ketidakcukupan anak mendapatkan makanan bergizi seimbang dan pola
makan yang salah. Makanan bergizi pada anak tidak hanya mengandung karbohidrat
dan protein saja, tetapi harus diimbangi dengan zat-zat lain seperti lemak,
vitamin (A, D, E, K, C, B1, B2, B5, B12), asam folat, mineral (kalium, natrium,
iodium, magnesium,fosfor, dan lainnya). Jika kebutuhan akan zat-zat tersebut
kurang atau bahkan tidak terpenuhi, maka anak akan kekurangan gizi. Selain itu
ditunjang dengan pola makan yang salah. Misalnya pada anak yang diasuh oleh
neneknya yang masih memiliki kebiasaan turun temurun. Bayi yang baru lahir
beberapa bulan sudah diberi makanan tambahan seperti pisang, nasi lumat, atau bahkan
ada kebudayaan yang tidak memperbolehkan anak mengkonsumsi daging, telur,
santan, dan lainnya. Hal ini dapat menghilangkan kesempatan anak memperoleh zat
gizi dari lemak dan protein.
(2)
Penyakit infeksi yang diderita oleh anak
Penyakit infeksi yang sedang
diderita oleh anak menjadi penyebab terpenting kedua dari kejadian gizi buruk.
Apalagi di negara terbelakang dan sedang berkembang seperti Indonesia, dimana
kesadaran akan kebersihan masih kurang serta ancaman endemitas penyakit tertentu
khususnya penyakit infeksi seperti diare, TBC, campak, gastroenteritis. Ada
keterkaitan antara penyakit infeksi dengan gizi buruk, yaitu kondisi infeksi
kronik akan menyebabkan gizi buruk, dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga anak mudah
terkena penyakit infeksi.
- Penyebab tidak langsung
(1)
Persediaan makanan di rumah
Persediaan makanan di rumah
merupakan penyebab tidak langsung dari kejadian gizi buruk pada anak. Jika di
dalam keluarga tidak memiliki persediaan makanan yang cukup untuk seluruh
anggota keluarga, maka dapat dipastikan anggota keluarga akan kekurangan
makanan. Terlebih lagi jika di dalam keluarga terdapat anak balita yang sangat
membutuhkan makanan bergizi seimbang yang mengandung zat-zat gizi yang
diperlukan untuk proses tumbuh kembang anak.
(2)
Perawatan anak dan ibu hamil
Perawatan pada anak juga
mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Jika seorang anak dirawat oleh kedua orang
tuanya dengan penuh kasih sayang dan kebutuhannya tercukupi baik secara fisik
maupun psikologis, maka anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
usianya. Anak akan tampak sehat dan terhindar dari kurang gizi atau bahkan gizi
buruk. Selain itu perawatan pada ibu sejak hamil juga mempengaruhi perkembangan
bayi dalam kandungannya. Jika seorang ibu tidak memperhatikan pemenuhan gizi
selama hamil dan setelah melahirkan, maka akan berdampak buruk bagi anaknya.
Ibu yang mengkonsumsi makanan bergizi 4 sehat 5 sempurna akan dapat menghindari
kejadian gizi buruk pada anaknya kelak. Selain itu pemberian ASI secara
eksklusif juga memberikan kontribusi yang baik untuk mendukung tumbuh kembang
anak.
(3)
Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
Kejadian gizi buruk pada suatu
wilayah akan cepat diketahui jika terdapat pelayanan kesehatan yang memadahi
seperti posyandu dan puskesmas. Tetapi jika pelayanan kesehatan tersebut tidak
dapat difungsikan sebagaimana mestinya, maka balita yang terkena gizi buruk tidak
dapat dideteksi secara cepat, atau bahkan angka kejadian gizi buruk akan
semakin meningkat jika tidak segera mendapatkan penanganan.
(4)
Faktor ekonomi
Akar permasalahan yang sesungguhnya
dari semakin meningkatnya angka kejadian gizi buruk adalah faktor ekonomi.
Sejak terjadinya krisis ekonomi, banyak masyarakat yang menderita kemiskinan
dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Hal ini menyebabkan orang tua tidak
memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama
kebutuhan pokok berupa makanan bergizi bagi keluarga. Khususnya pada balita
yang sangat membutuhkan zat gizi penting yang terkandung dalam makanan yang
dikonsumsi, dan makanan tersebut merupakan aset utama yang mendukung tumbuh
kembang anak. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi kurang
gizi atau bahkan gizi buruk.
2.2.3 Klasifikasi Gizi Buruk
- Kurang kalori ( marasmus)
Marasmus adalah kekurangan energy
pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh terpakai sehingga anak
kurus dan keriput.
1)
Etiologi :
Penyebab utama dari kekurangan
makanan yang mengandung kalori
Penyebab umum:
Kegagalan menyusui anak : ibunya
meninggal
Tidak adanya makanan tambahan
2)
Tanda & gejala
- Tampak sangat kurus, sehingga
tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng
- Kulit keriput , jari lemak
subtikus sangat sedikit sampai tidak adaü Perut cekung
- Sering disertai penyakit kronis;
diare kronik
3)
Patofisiologi
Defisiensi kalori yang lama
Penghancuran jaringan lemak
(kebutuhan energy)
Menghilangnya lemak dibawah kulit
Penciutan/pengecilan otot
Pelisutan tubuh yang menyeluruh
- Kurang protein ( kwashiorkor )
Kwashiorkor adalah penyebab utama
dari kekurangan makanan yang mengandung protein hewani. Penyakit ini biasanya
diderita oleh golongan sosial
- ekonomi rendah.
1) Etiologi :
- Defisiensi asupan protein
2) Tanda & gejala
- Kegagalan pertumbuhan tampak
dengan berat badan rendah maupun ada edema
- Edema pada kaki
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Cengeng
- Cracy papement
- Rambut tipis kemerahan seperti
warna rambut jagung mudah dicabut tanparasa sakit dan rontok
- Pembesaran hati
- Otot mengecil, lebih nyata bila
diperiksa pada posisi berdiri dan dudukü Sering disertai infeksi anemia ,
diare.
- Kurang kalori dan protein ( marasmus – kwashiorkor )
Etiologi, tanda dan gejalanya
merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.
2.2.4
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat
dilakukan secara langsung dan tidak langsung (Soegianto, 2007):
1. Penilaian status gizi secara
langsung
- Antropometri Gizi:
Antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
Ada 2 tipe pengukuran antropometri
yang digunakan untuk penilaian status gizi (Gibson, 1990):
- Penilaian antropometri pertumbuhan
Pengukuran antropometri pertumbuhan
yang secara luas digunakan adalah pengukuran tinggi badan (TB), berat badan
(BB).
Pengukuran pertumbuhan:
- Pengukuran lingkar kepala
- Pengukuran panjang badan waktu terlentang
- Pengukuran tinggi badan
- Pengukuran tinggi lutut
- Berat badan bayi dan anak kurang dari 2 tahun
- Lebar sikut
Indeks yang dihubungkan dengan
pengukuran pertumbuhan:
- Lingkar kepala terhadap umur
- Berat badan (BB) terhadap umur (U)
- Berat badan (BB) terhadap tinggi badan (TB)
- Tinggi badan (TB) terhadap umur (U)
- Penilaian antropometri komposisi tubuh
Sebagian besar metode antropometri
untuk menilai komposisi tubuh didasarkan pada model dimana tubuh terdiri dari
susunan kimia: massa lemak dan massa bebas lemak.
Pengukuran massa lemak:
- Mengukur ketebalan lipatan kulit
- Mengukur tunggal lipatan kulit
- Pengukuran Multiple Skinfold
- Rasio lingkar pinggang – pinggul
- Area lemak anggota badan
- Kalkulasi lemak tubuh dari pengukuran lipatan kulit dengan kepadatan tubuh
- Test Biokimia
Penilaian status gizi dengan
biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh (darah, urine, tinja, hati, dan
otak). Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
- Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode
penilaian gizi yang didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel seperti kulit, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda
dan gejala atau riwayat penyakit.
- Pemeriksaan Biofisik
Penentuan status gizi secara
biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan malihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya
dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik,
cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2. Penilaian Status Gizi Secara
Tidak Langsung
a. Survey konsumsi makanan
Survey konsumsi makanan merupakan
metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.
- Statistik vital
Pengukuran status gizi dengan
statistik vital adalah dengan menganalisa data beberapa statistik kesehatan,
seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Pemantauan Pertumbuhan Anak
Dengan KMS (Kartu Menuju Sehat)
Kartu Menuju Sehat atau KMS
merupakan metode untuk mengetahui pertumbuhan berat badan anak mulai lahir
sampai usia lima tahun.
Ketentuan KMS:
- Garis merah dibentuk dengan menghubungkan angka-angka yang dihitung dari 70 % median baku WHO-NCHS
- Dua pita kuning diatas garis merah terbentuk masing-masing dengan batas atas 75 % – 80 % median baku WHO-NCHS
- Dua pita warna hijau muda diatas pita kuning dibentuk dengan batas atas 85 % – 90 % median baku WHO-NCHS
- Dua pita warna hijau tua diatasnya dibentuk masing-masing dengan batas atas 95 % – 100 %
- Dua pita warna hijau muda dan kuning paling atas yang masing-masing pita bernilai 5 % dari baku median adalah daerah dimana anak balita sudah memiliki kelebihan berat badan
Interpretasi pertumbuhan balita
dengan KMS:
- Pertumbuhan disebut baik: bila berat badan bulan ini bertambah dibandingkan berat badan bulan lalu dan grafik berat badan di KMS tetap pada pita warna yang sama atau berpindah ke pita warna yang lebih atas.
- Pertumbuhan tidak baik:
- Bila berat badan bulan ini bertambah tetapi grafik di KMS berpindah ke pita yang lebih rendah
- Bila berat badan bulan ini dibandingkan bulan lalu sama nilainya (tetap) atau lebih rendah (berkurang)
2.2.5Penatalaksanaan
Ada berbagai macam cara untuk
mencegah terjadinya gizi buruk antara lain (Pudjiadi, 2000):
- Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi lebih banyak, dan sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.
- Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi.
- Memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik akan berpengaruh negatif terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.
- Subsidi harga bahan makanan. Intervensi demikian bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya
- Pemberian makanan suplementer melalui puskesmas
- Memberikan pendidikan gizi
- Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
- Pemeriksaan kesehatan di Puskesmas, Posyandu pada waktu-waktu tertentu
b.Melakukan imunisasi terhadap
penyakit-penyakit infeksi
- Memperbaiki hygieni lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat membuang air besar (WC)
- Mendidik masyarakat untuk membuang air besar di tempat yang telah disediakan, membersihkan badan, memasak air minum, membersihkan rumah
- Menganjurkan kepada masyarakat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika kesehatan mulai terganggu
- Menganjurkan untuk mengikuti program KB (Keluarga Berencana)
Makanan /minuman dengan biologic
tinggi gizi kalori / protein. Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah
mula – mula cair (seperti susu) lunak(bubur) biasa ( nasi lembek).
- Prinsif pemberian nutrisi
1. Porsi kecil,sering,rendah serat,
rendah laktosa
2. Energy / kalori : 100 K kal / kg
BB/ hari
3. Protein : 1 – 1,5 g / kg BB /
hari
4. Cairan : 130 ml / kg BB / hari
Ringan – sedang: 100 ml / kg BB / hari Edema Berat
- Obati / cegah infeksi
Antibiotic
a. Bila tampak komplikasi : Cotrymoksasol
5 ml
b. Bila anak sakit berat :
Ampicillin 50 mg / kg BB IM/ IV Setiap 6 Jam Selama 2
Hari
- Untuk Melihat kemajuan /
perkembangan anak
- Timbang berat badan setiap pagi
sebelum diberi makan
• Catat kenaikan BB anak tiap
minggu.
2.2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Anak
dengan Gizi Buruk
I. PENGKAJIAN
a) Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, No. Register,agama, tanggal masuk RS , dll.
b) Keluhan utama
Tidak ada nafsu makan dan muntah
c) Riwayat penyakit sekarang
Gizi buruk biasanya ditemukan nafsu
makan kurang kadang disertai muntah dan
tubuh terdapat kelainan kulit (crazy
pavement)
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah ada riwayat penyakit infeksi
, anemia, dan diare sebelumnya
e) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang lain
menderita gizi buruk
II. Pemeriksaan fisik
a)
Inspeksi
• Mata : agak menonjol
• Wajah : membulat dan sembab
• Kepala : rambut mudah rontok dan
kemerahan
• Abdomen : perut terlihat buncit
• Kulit : adakah Crazy pavement
dermatosis, keadaan turgor kulit,odema
b)
Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c)
Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
III. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb,
albumin, globulin, protein total, elektrolit
serum, biakan darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine
lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
IV. Diagnosa Keperawatan
- Pemenuhan nutrisi kurang dari kebuituhan tubuh b.d intake nutrisi tidak adekuat
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi
dalam 2 minggu
Kriteria hasil :
• Klien tidak muntah lagi
• Nafsu makan kembali normal
• Edema Berkurang /Hilang
• BB sesuai dengan umur (berat badan
ideal 10 kg tanpa edema)
Rencana :
1) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
1) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
2) Timbang berat badan klien tiap
hari
3) Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian obat/vitamin/nutrisi
4) Observasi pengawasan pemberian cairan
4) Observasi pengawasan pemberian cairan
- Kerusakan integritas kulit b.d perubahan nutrisi, dehidrasi
Tujuan: Integritas kulit kembali
normal.
Kriteria hasil:
• Gatal hilang/berkurang.
• Kulit kembali halus, kenyal dan
utuh.
Rencana:
• Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
• Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap kering.
• Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi sesering mungkin.
• Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah atau kotor dan kulit anak tetap kering.
•Kolaborasi dengan dokter untuk
pengobatan lebih lanjut.
3. Kurang pengetahuan b.d kurang
informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
Tujuan: Pengetahuan keluarga
bertambah.
Kriteria hasil:
• Keluarga mengerti dan memahami isi
penyuluhan.
• Dapat mengulangi isi penyuluhan.
• Mampu menerapkan isi penyuluhan di
rumah sakit dan nanti sampai di rumah.
Rencana:
• Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
• Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
• Jelaskan tentang:
-
Nama penyakit anak.
-
Penyebab penyakit.
-
Akibat yang ditimbulkan.
-
Pengobatan yang dilakukan.
• Jelaskan tentang:
-
Pengertian nutrisi dan pentingnya.
-
Pola makan yang betul untuk anak sesuai umurnya.
-
Bahan makanan yang banyak mengandung vitamin terutama banyak
mengandung protein.
• Beri kesempatan keluarga untuk
mengulangi isi penyuluhan.
• Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
• Anjurkan keluarga untuk membawa anak kontrol di poli gizi setelah pulang dari rumah sakit.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MODEL
TRANSCULTURAL IN NURSING
3.1 Pengkajian
Pengkajian pada model
transcultural in nursing meliputi :
- Faktor Tekhnologi ( Technological Factors )
- Persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini : ibu klien jarang memeriksakan anaknya, saat anaknya terdapat tanda dan gejala gizi buruk yang dilakukan terlebih dahulu yaitu membawa anaknya ke dukun, setelah anaknya sakit parah baru ibunya membawa anaknya ke PUSKESMAS
- Alasan mencari bantuan kesehatan : untuk memperoleh kesembuhan anaknya
- Persepsi sehat sakit : Ibu beranggapan bahwa keadaan anaknya yang seperti itu bukan termasuk penyakit meskipun tanda – tanda dan gejala yang ada telah menunjukkan kalau anaknya mengalami gizi buruk, diantaranya anaknya tidak mau makan, satu porsi makan tidak habis, terdapat hepatomegali, perut buncit, anak juga tampak sangat kurus sekali.
- Kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan : Kalalu anaknya sakit diberi obat atau ramuan jamu-jamuan seadanya tanpa segera dibawa ke petugas kesehatan.
- Faktor Agama dan Falsafah Hidup ( Religious and Phylosophical Factors )
- Agama yang dianut : Islam
- Kebiasaan yang berdampak positif terhadap kesehatan : Ibu klien membiasakan buang air kecil dahulu sebelum tidur
- Berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa : ibu klien selalu berikhtiar untuk mencari kesembuhan anaknya
- Mempunyai konsep diri yang utuh :
a)
Gambaran diri : anak masih belum mempunyai gambaran tentang dirinya secara utuh
karena anak masih berumur satu tahun dan belum mengerti bagian tubuh mana yang
paling disukainya.
b)
Ideal diri : anak masih belum mengerti ideal dirinya dan belum mempunyai
cita – cita terhadap dirinya.
c)
Harga diri : anak masih belum mengerti tentang apa arti harga diri baginya dan
anak masih sedikit berinteraksi dengan lingkungan.
d)
Peran diri : berperan sebagai anak dan masih belum mempunyai peran yang lain
sebagai anak. Meskipun sakit dan dirawat di rumah sakit peran sabagai anak
masih dapat berfungsi meskipun tidak maksimal.
e)
Identitas diri : Identitasnya belum jelas karena masih belum sekolah dan belum
mempunyai cita – cita sebagaimana mestinya.
- Status pernikahan : belum menikah
- Persepsi klien terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini : ibu klien berusaha menghadapi ujian tersebut dengan sabar dan berusaha mencari jalan keluarnya.
- Cara pandang klien terhadap penyebab penyakit : klien memandang bahwa penyakit yang di derita anaknya merupakan ujian dari Allah SWT
- Cara pengobatan dan penularan terhadap orang lain : -
- Faktor Sosial dan Keterikatan Kekeluargaan ( Khinsip and Social Factors )
- Nama lengkap : An. A
- Nama panggilan dalam keluarga : An. A
- Umur : 1 tahun
- Tempat dan tanggal lahir :Bantul, 05 Juni 2009
- Jenis kelamin : Perempuan
- Status : Anak kandung
- Tipe keluarga : —-
- Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga : Orang Tua
- Hubungan klien dengan kepala keluarga : Anak
- Kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga :bermain bersama
- Kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat : kerja bakti
- Faktor Nilai – Nilai Budaya dan Gaya Hidup ( Cultural Values and Lifeways )
- Posisi dan jabatan : -
- Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa
- Kebiasaan membersihkan diri : Mandi 2x sehari
- Kebiasaan makan :makan sulit dan tidak teratur
- Makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit :makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi ( makan gaplek ), ibu pasien juga mengganti pemberian ASI dengan memberikan air tajin.
- Sarana hiburan yang bisa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari – hari : Menonton TV
- Ibu beranggapan bahwa keadaan anaknya gizi buruk saat ini yang ditandai dengan perut anaknya buncit dikarenakan kemasukan roh halus yang berasal dari belakang pekarangan rumahnya.
- Faktor Kebijakan dan Peraturan Rumah Sakit yang Berlaku ( Pollitical and Legal Factors )
- Peraturan dan kebijakan berkenaan dengan jam berkunjung : pukul 16.00-18.00 WIB
- Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu : 1 orang
- Hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkan klien oleh rumah sakit :
- Cara pembayaran untuk klien yang dirawat : JAMKESMAS
- Faktor Ekonomi ( Economical Factors )
- Sumber ekonomi yang dimanfaatkan oleh klien :Sumbangan Keluarga
- Tabungan dan patungan antar anggota keluarga : —
- Pekerjaan klien : Belum bekerja
- Sumber biaya pengobatan : JAMKESMAS
- Kebiasaan menabung dan jumlahnya dalam sebulan : —-
- Faktor Pendidikan ( Educational Factors )
- Latar belakang pendidikan klien, meliputi : Belum Bersekolah
- Tingkat pendidikan klien : —
- Tingkat pendidikan keluarga : Sekolah Menengah Pertama
- Jenis pendidikan : Sekolah Menengah Pertama
- Kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehinggatidak terulang kembali : Orang Tua tidak mengizinkan anaknya untuk bermain hujan-hujan.
Pemeriksaan fisik pada balita gizi
buruk
a)
Inspeksi
• Mata : agak menonjol
• Wajah : membulat dan sembab
• Kepala : rambut mudah rontok dan
kemerahan
• Abdomen : perut terlihat buncit
• kulit : adakah Crazy pavement
dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
odema
b) Palpasi
Pembesaran hati ± 1 inchi
c) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
III. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah meliputi Hb,
albumin, globulin, protein total, elektrolit serum, biakan darah.
2. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urine meliputi urine
lengkap dan kulture urine
3. Uji faal hati
4. EKG
5. X foto paru
Analisa Data
No.
|
Pengelompokan Data
|
Etiologi
|
Diagnosa Keperawatan
|
1.
2.
3.
|
Ds :
-
Ibu klien mangatakan bahwa anaknya sulit makan
Do :
-
Anaknya rewel
-
Anak tampak sangat kurus
-
Makanan 1 porsi tidak habis
-
Makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi ( seperti ,makan
makanan gaplek )
-
BB = 5 kg, TB = 70 cm ( status nutrisi gizi buruk )
-
Perut buncit
-
Hepatomegali
Ds:
-
Ibu px mengatakan bahwa sakit anaknya dikarenakan karena kemasukan roh halus
Do :
-
Perut anaknya yang buncit
-
Ibu membawa anaknya untuk berobat ke dukun terlebih dahulu sebelum dibawa ke
petugas kesehatan
-
Kalalu anaknya sakit diberi obat atau ramuan tradisional seadanya tanpa
segera dibawa ke petugas kesehatan.
Ds:
-
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya merasa takut kalau didatangi oleh perawat
Do :
-
Anaknya tampak bingung
-
Anak tampak tak kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan
-
Anak menangis bila melihat petugas kesehatan mendekatinya
|
Input yang kurang bergizi
Sistem nilai yang diyakini
Disorientasi sosial
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
Kurangnya pengetahuan
|
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi berhubungan dengan input yang kurang bergizi ditandai dengan
Ds :
-
Ibu klien mangatakan bahwa anaknya sulit makan
Do :
-
Anaknya rewel
-
Anak tampak sangat kurus
-
Makanan 1 porsi tidak habis
-
Makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi ( seperti ,makan
makanan gaplek )
-
BB = 5 kg, TB = 70 cm ( status nutrisi gizi buruk )
-
Perut buncit
-
Hepatomegali
2.Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini ditandai dengan
Ds:
-
Ibu px mengatakan bahwa sakit anaknya dikarenakan karena kemasukan roh halus
Do :
-
Perut anaknya yang buncit
-
Ibu membawa anaknya untuk berobat ke dukun terlebih dahulu sebelum dibawa ke
petugas kesehatan
-
Kalalu anaknya sakit diberi obat atau ramuan jamu-jamuan seadanya tanpa segera
dibawa ke petugas kesehatan.
3.Kurangnya pengetahuan berhubungan
dengan disorientasi sosial yang ditandai dengan
Ds:
-
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya merasa takut kalau didatangi oleh perawat
Do :
-
Anaknya tampak bingung
-
Anak tampak tak kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan
-
Anak menangis bila melihat petugas kesehatan mendekatinya
3.3 Intervensi Keperawatan
NO
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
|
Ttd
|
||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||
1.
2.
3.
|
Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi berhubungan dengan input yang kurang bergizi ditandai dengan
Ds :
-
Ibu klien mangatakan bahwa anaknya sulit makan
Do :
-
Anaknya rewel
-
Anak tampak sangat kurus
-
Makanan 1 porsi tidak habis
-
Makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi (seperti
,makan makanan gaplek )
-
BB = 5 kg, TB = 70 cm ( status nutrisi gizi buruk )
-
Perut buncit
-
Hepatomegali
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan
berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini ditandai dengan
Ds:
-
Ibu px mengatakan bahwa perut anaknya buncit dikarenakan karena
kemasukan roh halus
Do :
-
Ibu membawa anaknya untuk berobat ke dukun terlebih dahulu sebelum dibawa ke
petugas kesehatan
-
Kalalu anaknya sakit diberi obat atau ramuan jamu-jamuan seadanya tanpa
segera dibawa ke petugas kesehatan.
Kurangnya pengetahuan berhubungan
dengan disorientasi sosial yang ditandai dengan
Ds:
-
Ibu klien mengatakan bahwa anaknya merasa takut kalau didatangi oleh perawat
Do :
-
Anaknya tampak bingung
-
Anak tampak tak kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan
-
Anak menangis bila melihat petugas kesehatan mendekatinya
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
- ibu mengatakan anaknya mau makan
-
Makanan habis 1 porsi
-
BB, TB seimbang
-
Ibu pasien dapat memberikan makanan yang bergizi
-
Perut tidak buncit
-
Tidak terdapat hepatomegali
Diharapkan setelah pemberian
asuhan keperawatan selama 2×24 jam ketidakpatuhan terhadap pengobatan dapat
berkurang dengan kriteria hasil :
-
Ibu tidak beranggapan bahwa keadaan perut anaknya yang buncit bukan karena
roh halus
-
Ibu akan membawa anaknya langsung berobat ke petugas kesehatan tanpa dibawa
ke dukun terlebih dahulu
-
Kalau anaknya sakit tidak perlu diberi ramuan jamu-jamuan.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1×24 jam pengetahuan ibu berhubungan dengan disorientasi
sosial dapat meningkat dengan kriteria hasil :
-
Ibu klien mengatakan kalau anaknya sudah tidak takut lagi jika didatangi oleh
perawat
-
Anaknya tidak tampak bingung
-
Anak tampak dapat kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan
|
Perlu
|
|
ttd
ttd
ttd
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Transkultural nursing adalah suatu
area atau wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan keperawatan yangh
fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara udaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, keoercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khussnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Model konseptual yang
dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks
budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model) seperti yang
terdapat pada gambar 1. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawaqtan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew & Boyle, 1995).
Pengkajian pada model transkultural
in nursing meliputi, faktor teknologi (technological factors), faktor agama dan
falsafah hidup (religious & philosopical factors), faktir sosial dan
keterkaitan kekeluargaan (kinship & sosial factors), faktor nilai-nilai
budaya dan gaya hidup (cultural values & lifeways), faktor kebijakan dan
peraturan rumah sakit yang berlaku (political & legal factors),
faktorekonomi (economical factors), faktor pendidikan (educational factors).
Perencanaan dan pelaksanaan
dalam keperawatan transcultural adalah suatu proses keperawatan yang
tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilh strategi yang
tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar
belakang budaya klien (Gigerand Daviddhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang yang
dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya kien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan
kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar